Surabaya, KOMPAS-
Cerita pendek dan puisi yang ditulis para buruh migran Indonesia potensial dijadikan alat advokasi atas kondisi tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang mengalami ketidakadilan. Karya-karya itu banyak berbicara tentang ketidakberdayaan para buruh migran menghadapi para majikan yang kejam.
Dalam diskusi sastra Buruh Migran 2, Selasa (20/12) malam di Galeri Surabaya, terungkap bahwa sebuah karya sastra tidak cukup hanya berisi unek-unek, curahan hati, atau kemarahan yang meluap-luap atas apa yang dialami seseorang. "Kalau hanya sebatas ekspresi individu semacam itu, karya sastra menjadi kecil artinya. Akan lebih berarti jika sebuah karya diberi muatan tentang perjuangan yang lebih luas dan hal-hal yang lebih substansial tentang dunia perburuhan," kata perupa sekaligus penyair Syaiful Hadjar.
Acara itu menghadirkan dua tenaga kerja wanita (TKW), Tania Roos (Malang) dan Maria Bo Niok (Wonosobo), yang bekerja di Hongkong. Tania membacakan cerpen berjudul Kabut Bukit Lok Fu, sedangkan Maria membacakan puisi berjudul Surat untuk budiman. Karya itu berbicara tentang pengalaman mereka bekerja di luar negeri, terutama mengenai perlakuan majikan yang tidak adil kepada mereka.
Syaiful melihat, persoalan tentang buruh migran tidaak sebatas hubungan pembantu dan majikan, namun lebih luas. Ada persoalaan perlakuan agen tenaga kerja atau pemerintah Indonesia yang hanya mengeruk keuntungan dari para buruh migran. "Ini berkaitan dengan persoalan mental bangsa. Karya-karya buruh migran potensial menjadi sebuah gerakan besar untuk menyumbang mengubah mental bangsan, " ujarnya.
Sedangkan Shoim Anwar yang tampil sebagai pembicara mengatakan, ratusan buruh migran di Hongkong yang telah menghasilkan cerpen dan puisi perlu mengeksplorasi ide lebih dalam. " Jangan sampai terjadi, ketika orang mendengar sastra buruh migran akan mengungkapkan 'paling-paling temanya begitu'. Sebab, selama ini karya-karya yang ditulis hanya mengungkap kejamnya majikan sehingga lama-kelamaan akan jenuh dan tidak menarik lagi," ujarnya.
(FRO)
Kompas [Jatim], 22 Desember 2005
0 urun rembug:
Post a Comment