Sunday, 30 December 2007

TKI Hong Kong Nge-Blog, Wouw!


Rubrik Baru di Majalah Peduli

KETIKA salah seorang kawan kita (TKI-HK) pamit ke warnet, tampaknya, sebagian besar dari kita, atau, yang pertama-tama terlintas di benak kita adalah: ia sedang ada janjian untuk sebuah pertemuan di dunia maya dengan sang pacar, entah yang fisiknya ada di Korea, Indonesia, Jepang, atau di belahan lain bumi ini. Kecenderungan demikian tampaknya memang sebegitu kuatnya, sehingga ditangkap oleh para pemilik warnet yang kemudian menerjemahkannya dengan: menyekat-nyekat setiap unit komputer yang disewakan dengan korden. Chatting. Atau obrolan di dunia maya. Namanya juga obrolan, apa pun bisa jadi bahan, dari hal-hal yang dipandang umum sebagai positif sampai ke hal-hal yang biasanya dinilai negatif.

Oke. Itu, sebuah kecenderungan, berdasarkan asumsi kita, yang boleh jadi luput, sebab kita tidak melakukan penelitian yang benar-benar sistematis. Maka, marilah kita lihat pula fakta bahwa tak sedikit TKI-HK yang datang ke warnet, atau memasuki dunia maya memakai komputer sendiri (laptop) di rumah majikan di malam yang sudah me-nyepi. Berburu kabar dari tanahair melalui situs-situs media cetak maupun elektronik, menuliskan catatan harian, cerita, bahkan juga berita, atau suntuk membangun rumah maya, situs, blog, atau apalah sebutannya yang benar-benar pas.

Beberapa waktu lalu banyak orang terkejut ketika mendengar kabar bahwa banyak TKI-HK bisa menulis dan menerbitkan buku. Apalagi setelah membaca buku-buku itu. Kini, mereka boleh terkejut lagi dengan kenyataan bahwa ternyata buanyak banget TKI-HK yang memiliki rumah maya, atau situs pribadi. TKI-HK nge-blog? Wouw. Bener-bener keren!

Jangan dimasukkan ke dalam hati jika ada yang mengolok-olok, misalnya begini, ’’Bikin situs pribadi? Hueh, narsis amat sih!’’ Atau begini, ’’TKI saja kok kakehan punika, bikin situs-situs segala!’’ Tak perlu diladeni. Orang yang berani mengeluarkan olok-olok seperti itu pastilah benar-benar katrok, betapa pun anggun, gagah, atau elegan penampilannya, betapa pun terhormat status dan betapa pun tinggi pangkatnya. Pengolok itu pastilah termasuk golongan orang-orang yang oleh Ki Djaka (salah seorang pembicara di dalam diskusi Orang Kampung dan Globalisasi di Trenggalek beberapa waktu lalu) disebut sebagai: bagus (kalau memang bagus, Bon) cuma di cassing-nya saja! Wathatha….!

Tampaknya Suparto Brata (sastrawan Jawa/Indonesia) yang baru saja menerima The SEA Write Award makin menyadari betapa pentingnya membangun rumah maya setelah para peneliti asing (terutama dari Belanda dan Australia) sering mengunjungi rumah nyata-nya di kawasan Rungkut Asri Surabaya itu. Maka, dibangunlah rumah maya dengan membeli domain: dot com, maka, kini kita bisa mengunjunginya, alamatnya, http://www.supartobrata.com/.

Pak Parto itu bolehlah dibilang sudah tua (kalau dinyanyikan jadi: Pak Parto sudah tua…) sebab umurnya sudah melewati angka 70. Tetapi, ia tidak mau ketinggalan zaman. Di awal 1990 ketika menjadi Redpel Tabloid Jawa Anyar di Solo, Pak Parto masih suka menggunakan mesin ketik manual, padahal kantor menyediakan komputer. ’’Rangkaian bunyi ketukan jari saya itu terdengar indah,’’ begitu katanya. Saya mendengarnya, dan memang Indah. Tetapi, rangkaian bunyi ketukan jari Moch. Nursyahid Purnomo di key-board komputernya (Pak Nur itu ngetiknya di komputer, tetapi kekuatan jarinya seperti tak kurang dari kalau ia ngetik pakai komputer manual) ternyata tak kalah indah! Demikianlah, yang pasti beberapa waktu setelah Jawa Anyar berhenti terbit, kira-kira pada pertengahan tahun 90-an itu saya dengar dari Pak Parto bahwa ia sudah mengetik dengan komputer. Lalu, tak lama lagi ia kabarkan bahwa ia punya e-mail.

Anehnya, ada pengarang yang sudah familiar dengan komputer, dari generasi yang jauh lebih muda, tetapi tampak alergi dengan kecanggihan teknologi informasi. Kalau ada orang bicara tentang situs, web, portal, e-mail, dan segala macam hal yang berkaitan dengan internet, ia tak segan-segan mengungkapkan ketidaksukaannya. ’’Aku ora nyandhak Bon, nek kowe ngomongke bangsane mai’il-ma’il utawa net-netan ngono kuwi. Ngomongke liyane waelah!’’ (Aku tak nyambung Bon, jika kau bicara tentang email atau internet seperti itu. Bicara soal lain sajalah!). Kalimat itu tidak dikemukakan dalam sebuah pembicaraan empat mata, melainkan dalam sebuah acara pertemuan para pengarang. Cilaka bangetlah! Maaf, ini sudah benar-benar ngelantur!

Di Indonesia, komunitas bloger makin membesar. Beberapa kali mereka mengadakan jumpa darat. Dan, konon sudah banyak bloger yang mengaku telah mendapatkan manfaat positif, bahkan dalam segi keuangan, dari situs yang dibangunnya.

Saya membayangkan sekian banyak manfaat jika suatu ketika nanti para TKI-Bloger-HK membentuk sebuah komunitas tersendiri, sesekali mengadakan jumpa darat, untuk saling asah, membangun suasana yang inspiratif, untuk semakin mempercantik/memperbagus tampilan situs masing-masing dan memperkaya isinya.

Situs Kita di Peduli

Itu hanya sebuah tawaran. Akhirnya, terserah kawan-kawan semua. Apakah kemudian merasa perlu membangun komunitas itu di HK atau tidak. Tetapi, Majalah Peduli (edisi November 2007) ini akan memulai langkah kecil dengan membantu memperkenalkan situs/blog para TKI-HK itu. Maka, kita tunggu saja situs/blog milik siapa yang bakal nongol untuk pertama kalinya!

Sumber: Berita Indonesia

6 urun rembug:

blog q dah masuk belum ya...
wakakakak...
lha wong majalah peduli ne wae angel golek ane kok

ikut ngintip bloknya kang bonari....kwakakakakkaa

Masalahnya "siapa yang mau ngajarin mas bon?.......
Lagian gak semua tki hk peduli btp pentingnya akan hal itu! Kalaupun ada juga gak bnyk to?.....
Mengenalkan dan mengajarkn bgt bnykny tki hk kan gak gmpng mas bon!
Trus bgmana iku carane?....
Thanks!!!

cause we are not a ordinary maid :p...

Tanpa pengajar mereka bisa kok pak. Biasanya iseng lama-lama akan mahir karena komputer bukan hal yang asing lagi di kalangan TKI. Mungkin yang ada di benak bapak, TKI itu hanya beraktifitas dalam lingkup domestik saja ya, apalagi kalau cuma pembantu. He he...
Mereka yang punya kemauan dan gigih berusaha, pasti akan pintar. Karena untuk menjadi pintar tidak harus berlebel pejabat. Iya kan?

Salam