Diproyeksikan sebagai Agenda Nasional, bahkan Internasional
Inilah tampaknya agenda seni [sastra] paling meriah di Indonesia yang melibatkan para sastrawan [penulis] yang juga pekerja rumah tangga di Hong Kong: Festival Sastra Buruh 2007. Acara sehari semalam itu [Kampung Seni Gogodeso, 30 April – 1 Mei 2007] berlangsung meriah, terutama dengan kehadiran sekitar 70 orang [kru dan pemain] Teater Djarum Kudus yang mementaskan teatrikalisasi puisi Acehku Aceh, Aceh di Mana-mana karya Thomas Budi Santosa dan 7 orang TKI-HK yang menyumbangkan tarian Perahu Layar dan teatrikalisasi puisi Mega Vristian berjudul Death of Migrant Right. Puluhan penulis yang juga berprofesi sebagai TKI-HK berpartisipasi pula dengan mengirimkan bantuan dana dan terutama karya-karya dan biodata mereka. Ada Etik Juwita, Wina Karnie, Tania Roos, Nona Amanah, Tanti, dan lain-lain.
Suasana pada malam hari [30 April] di Kampung Seni Gogodeso itu benar-benar menyerupai pesta rakyat. Apalagi, acara demi acara dikemas sebagaimana acara Pasar Rakyat yang sempat menjadi acara unggulan di salah satu stasiun televisi beberapa waktu lalu. Gedung utama digunakan sebagai tempat pembacaan puisi dan melangsungkan acara pembukaan. Di luar gedung utama didirikan panggung musik yang menampilkan Sabda Rock Dangdut dari Garum. Tak jauh dari Panggung Dangdut sebuah reruntuhan rumah tua disetting sebagai arena pementasan Teater Djarum.
Ketika di gedung utama berlangsung pembacaan puisi dan prosesi pembukaan, di luar masyarakat sekitar lokasi FSB 2007 asyik menikmati musik, lagu, dan goyang dangdut. Begitu acara pembukaan selesai, kelompok rampak kendang mengantar Bupati dan para pejabat serta undangan yang mengikuti acara pembukaan bergerak ke arena Teater. Pertunjukan teater pun dimulai dan baru berakhir sekitar pukul 22:30.
Pesta Rakyat
Acara dibuka dengan pementasan Rampak Kendang pimpinan Jayeng [seniman yang beberapa hari sebelumnya memecahkan rekor muri dengan rampak 1.000 kendang dalam rangka peringatan hari jadi Kabupaten Blitar]. Dilanjutkan laporan Ketua Panitia Arsusi Ida, yang antara lain mengatakan bahwa acara ini terselenggara terutama berkat kerelaan Endang Bagus Putu Parto untuk memfasilitasi tempat dengan meliburkan pabrik rotinya selama 4 hari. Arsusi juga menyatakan keinginannya agar pada kesempatan seperti ini bisa diberikan semacam award atau penghargaan kepada para buruh yang melahirkan tulisan [karya sastra] yang berkualitas, karena dengan demikian masyarakat –terutama kaum muda-- dapat terinspirasi untuk melakukan hal-hal positif untuk meraih prestasi gemilang. ’’Namun,’’ lanjut Arsusi, ’’kami masih harus memendam dalam-dalam keinginan itu sambil mengulur harapan semoga pada Festival Sastra Buruh tahun mendatang dapat merealisasikannya.’’
Mewakili Sekdaprov Jatim Dr. H. Soekarwo yang berhalangan hadir memenuhi undangan Panitia, Kepala Dinas Tenaga Kerja Prov Jatim Moh Bahrudin bercerita tentang besarnya sumbangan para TKI berupa remiten, dan berpesan agar bisa berhemat dan mengelola keuangan mereka untuk kegiatan produktif.
Giliran Bupati Blitar Drs Heri Nugroho memberikan sambutan sebelum secara resmi membuka acara FSB 2007, menyatakan kesediaannya untuk memberikan bantuan pendanaan untuk FSB mendatang. ’’Berkumpulnya seniman-seniman yang ada di sini ini memang kekuatan yang sangat luar biasa bila dipadukan antara buruh dengan seniman. Karena seniman sendiri mempunyai suatu kekuatan yang sangat besar. Mudah-mudahan dengan kekuatan seperti ini bisa menyatukan. Dan saya sangat salut, dan saya sangat bangga terhadap Saudara saya Bagus Putu Parto yang pada malam ini bisa menyelenggarakan acara yang sangat luar biasa. Mudah-mudahan acara seperti ini terus diadakan,’’ demikian kata Bupati.
Ditemui BI seusai acara, penggagas FSB 2007 Bonari Nabonenar menanggapi pidato para pejabat itu dengan mengatakan, ’’Tampaknya beliau-beliau lebih melihat kegiatan ini lebih sebagai pertemuan dua pihak, yakni seniman dan buruh. Padahal, ini adalah ruang yang kita buka terutama untuk ekspresi para buruh yang juga seniman. Ya, paling tidak beliau-beliau sudah bersedia hadir dan melihat acara ini, walau dengan cara pandang yang sesungguhnya masih terasa kurang pas.’’
Istilah ’Buruh’
Jauh-jauh hari sebelumnya panitia sudah menyosialisasikan gagasan tentang FSB 2007 melalui berbagai milis dan talk show di radio: Delta FM Surabaya, MAS FM Malang, dan Mayangkara Blitar. Seorang pendengar secara interaktif bertanya saat talk show di Radio Mayangkara, ’’Apakah Panitia FSB tidak khawatir dengan penggunaan kata ’buruh’ yang selama ini dikonotasikan sebagai kekiri-kirian?’’ Bonari Nabonenar yang menggagas FSB 2007 menjawab dengan bumbu canda, ’’Kami pernah juga mendapat pertanyaan seperti itu. Jawaban saya, marilah justru kita kembalikan makna kata ’buruh’ itu sendiri kepada fitrahnya. Bukankah istilah buruh itu yang dahulu ditungangi oleh kekuatan politik tertentu? Kami, penggagas dan panitia, hanya ingin peduli dan memberi ruang bagi teman-teman buruh yang selama ini hanya dipandang sebagai tenaga kerja, sebagai bagian dari sistem produksi, dan kurang atau bahkan tidak dilihat sebagai manusia yang utuh dengan segenap potensi jiwa-raga, lahir-batin mereka. Lalu, jika kita yang memerhatikan buruh di-cap kekiri-kirian, apakah kita akan mengatakan bahwa para buruh sendiri tidak hanya sekadar kiri dan mesti balik kanan?’’
Ajakan untuk mengembalikan kata/istilah ’buruh’ ke makna fitrahnya dipertegas oleh Beni Setia, sastrawan yang diundang sebagai narasumber pada kesempatan diskusi [1 Mei]. Beni melihat bahwa karya-karya yang tampil pada FSB 2007 khususnya dan lebih-lebih karya para TKI pada umumnya jauh dari muatan ideologi tertentu. Mereka ini berkespresi. Sungguh tidak bijaksana jika kemudian orang yang memrotes sistem yang salah atau yang diterjemahkan dalam kebijaksanaan yang keliru lalu serta-merta di-cap kekiri-kirian. Kurang lebih demikian yang dikatakan Beni Setia.
Tindak Lanjut
Arsusi Ida sebagai Ketua Panitia FSB 2007 mengatakan bahwa seusai FSB 2007 tidak ada pembubaran Panitia. ’’Bahwa kita mengadakan evaluasi, itu memang harus. Tetapi Panitia tidak akan, dan semoga tidak akan pernah membubarkan diri, sebab kerja masih panjang,’’ demikian katanya.
Usai pelaksanaan FSB 2007, masih menurut Arsusi, Panitia akan disibukkan dengan penyusunan dan pengemasan data/dokumentasi demi pembangunan data-base Cafe de Kossta. Selain itu dokumentasi FSB 2007 juga akan dilampirkan pada proposal FSB 2008 yang akan segera dibuat. ’’Sekitar bulan Agustus atau September tahun ini, kami berusaha sudah bisa memasukkan proposal FSB ke Pemerintah [Depnakertrans] seiring dengan keinginan kami agar Festival ini dapat menjadi agenda nasional, bahkan internasional. Selain itu, proposal juga akan kita kirim ke pemerintah daerah, provinsi, kabupaten/kota. Kami tidak mata duitan, tetapi, bukankah terasa lucu jika pemerintah setempat tidak mau merelakan sepeser pun dana untuk membantu pelaksanaan kegiatan yang disebut-sebut banyak pihak sebagai kegiatan yang positif ini?’’ demikan Arsusi agak berpanjang-lebar. [tim-bi]
Sumber: BI Mei 2007
0 urun rembug:
Post a Comment