Ternyata banyak buruh yang memiliki potensi kreatif di bidang penulisan. Selain mereka yang bekerja di dalam negri, para TKI yang rajin menulis dan bahkan menerbitkan buku pun kini bermunculan. Di Hong Kong, misalnya, ada 3 komunitas semacam sanggar penulisan [sastra], yakni: [1] Komunitas Perantau Nusantara, [2] Forum Lingkar Pena yang berpusat di Jakarta, dan [3] Cafe de Kosta. Lembaga pendidikan, lembaga seni, dan pemerintah Republik Indonesia tampaknya belum melihat hal itu sebagai potensi positif yang patut didukung.
Festival Buruh adalah agenda seni, budaya, yang selama ini belum digarap, setidaknya belum secara sungguh-sunguh. Akan sangat baik jika dijadikan agenda tahunan, dengan tempat pelaksanaan berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain, khususnya di Jawa Timur. Syukur-syukur bisa berkembang menjadi acara yang bersifat nasional, bahkan internasional. Setidaknya, sangat mungkin suatu ketika Festival Sastra Buruh ini digelar di Hong Kong, misalnya.
Festival Sastra Buruh potensial menjadi media yang bagus untuk: [1] menyediakan ruang ekspresi bagi komunitas buruh [baik yang bekerja di dalam maupun di uar negri] yang memiliki potensi di bidang penulisan kreatif, [2] menyosialisasikan ’’dokumen kebudayaan’’ berupa karya sastra yang ditulis oleh buruh [termasuk mantan buruh], terutama yang bertema seputar perburuhan, [3] menjalin komunikasi yang sejuk antara buruh, pengusaha/majikan, penguasa [pemerintah], serta LSM terkait.
Blitar dipilih sebagai tempat Festival Sastra Buruh 2007 ini, karena: [1] Secara kebetulan gagasan untuk menggelar acara ini muncul di Blitar, [2] Blitar, konon tergolong pengirim TKI terbanyak di provinsi pengirim TKI terbanyak di Indonesia, [3] Ada potensi kepenulisan yang perlu dikembangkan, yang dimiliki oleh warga Blitar yang memiliki pengalaman kerja sebagai buruh, untuk sekadar contoh adalah Arsusi Ahmad Samain alias Ida [asal Kecamatan Garum], Etik Juwita [juga dari Garum, yang kini masih bekerja di Hong Kong], dan bahkan Ketua [pertama] FLP Hong Kong, Endang Pratiwi, ternyata adalah seorang warga Blitar.
Ida Arsusi yang didaulat menjadi Ketua Panitia FESTIVAL SASTRA BURUH 2007 sudah mulai sibuk lobi sana, lobi sini, termasuk sering wira-wiri Garum – Kanigoro, karena yang digadang-gadang jadi ajang festival ini adalah Kampung Seni ’’Bagus Putu Parto’’ Gogodeso, Kecamatan Kanigoro, Blitar.
Adakah nilai ekonomis yang bisa kita petik dari acara itu? Tentulah ada. Kita bisa jualan buku, menjual karya kita, bahkan kalau perlu walau masih berupa fotokopian. Lebih dari itu, kita bisa pula memanfaatkan momentum ini sebagai semacam reuni [terutama bagi mereka yang sedang/sudah memutuskan menetap di tanah air], membangun komunikasi yang lebih baik [termasuk komunikasi bisnis], dan menunjukkan kepada banyak pihak bahwa kita bisa melakukan sesuatu yang positif di luar dugaan mereka. Bukankah itu luar biasa?
Maka, untuk merayakan Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2007 ini, Ida dan kawan-kawan akan melakukan ’demonstrasi’ yang agak berbeda. []
Festival Buruh adalah agenda seni, budaya, yang selama ini belum digarap, setidaknya belum secara sungguh-sunguh. Akan sangat baik jika dijadikan agenda tahunan, dengan tempat pelaksanaan berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain, khususnya di Jawa Timur. Syukur-syukur bisa berkembang menjadi acara yang bersifat nasional, bahkan internasional. Setidaknya, sangat mungkin suatu ketika Festival Sastra Buruh ini digelar di Hong Kong, misalnya.
Festival Sastra Buruh potensial menjadi media yang bagus untuk: [1] menyediakan ruang ekspresi bagi komunitas buruh [baik yang bekerja di dalam maupun di uar negri] yang memiliki potensi di bidang penulisan kreatif, [2] menyosialisasikan ’’dokumen kebudayaan’’ berupa karya sastra yang ditulis oleh buruh [termasuk mantan buruh], terutama yang bertema seputar perburuhan, [3] menjalin komunikasi yang sejuk antara buruh, pengusaha/majikan, penguasa [pemerintah], serta LSM terkait.
Blitar dipilih sebagai tempat Festival Sastra Buruh 2007 ini, karena: [1] Secara kebetulan gagasan untuk menggelar acara ini muncul di Blitar, [2] Blitar, konon tergolong pengirim TKI terbanyak di provinsi pengirim TKI terbanyak di Indonesia, [3] Ada potensi kepenulisan yang perlu dikembangkan, yang dimiliki oleh warga Blitar yang memiliki pengalaman kerja sebagai buruh, untuk sekadar contoh adalah Arsusi Ahmad Samain alias Ida [asal Kecamatan Garum], Etik Juwita [juga dari Garum, yang kini masih bekerja di Hong Kong], dan bahkan Ketua [pertama] FLP Hong Kong, Endang Pratiwi, ternyata adalah seorang warga Blitar.
Ida Arsusi yang didaulat menjadi Ketua Panitia FESTIVAL SASTRA BURUH 2007 sudah mulai sibuk lobi sana, lobi sini, termasuk sering wira-wiri Garum – Kanigoro, karena yang digadang-gadang jadi ajang festival ini adalah Kampung Seni ’’Bagus Putu Parto’’ Gogodeso, Kecamatan Kanigoro, Blitar.
Adakah nilai ekonomis yang bisa kita petik dari acara itu? Tentulah ada. Kita bisa jualan buku, menjual karya kita, bahkan kalau perlu walau masih berupa fotokopian. Lebih dari itu, kita bisa pula memanfaatkan momentum ini sebagai semacam reuni [terutama bagi mereka yang sedang/sudah memutuskan menetap di tanah air], membangun komunikasi yang lebih baik [termasuk komunikasi bisnis], dan menunjukkan kepada banyak pihak bahwa kita bisa melakukan sesuatu yang positif di luar dugaan mereka. Bukankah itu luar biasa?
Maka, untuk merayakan Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2007 ini, Ida dan kawan-kawan akan melakukan ’demonstrasi’ yang agak berbeda. []
Sumber: Peduli
0 urun rembug:
Post a Comment