Judul: Majikanku Empu Sendok
Karya: Dhenok K Rokhmatika
Penerbit: Alfina, Surabaya 2006
Membaca cerpen-cerpen Denok Kanthi Rokhmatika benar-benar membuat saya menjadi malu. Sedemikian malu, semalu-malu malu! Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada guru dan dosen saya yang pernah menyekokkan ilmu sastra dan sekian SKS teknik menulis, ternyata kemudian saya merasa lebih banyak memperoleh pelajaran dari Denok.
Denok, saya pikir bisa membuat seorang Budi Darma dan Ariel Haryanto mesam-mesem pada saat yang sama, dengan cerpen-cerpen ini, yang, bacalah dengan cermat, sampai Anda mendapati bahwa karya-karya Denok ini bisa dibilang sebegitu kontekstual dan sekaligus universal. Denok saya harap juga bisa membuat seorang Budi Darma bangga, karena sebagai pengarang pemula –katakanlah begitu— telah menunjukkan kepiawaiannya menggambar ’’tali sepatu’’ dengan sangat baik. Denok telah menunjukkan kemampuan mendeskripsikan detail secara sangat bagus, dan bahkan sangat indah. Sesungguhnya Denok yang sarjana pendidikan lulusan Jurusan Olahraga dan Kesehatan FPOK IKIP Malang ini sangat berbakat. Bakat menulisnya sungguh hebat. Apakah ia ditakdirkan untuk menjadi penulis, menjadi sastrawan, itu perkara lain lagi.
Bakat yang baik, rasa humor yang bagus, ditambah pengalaman empirik: mendapatkan kesempatan tinggal di negeri asing dengan segala permasalahannya, termasuk pengalaman gegar-budaya-nya, barangkali –salah satu aset yang tak bisa didapatkan oleh semua pengarang/penulis di Indonesia, membuat karya-karya Denok sangat lengkap. Simaklah cerpen Suramadur Bridge, yang idenya timbul setelah si pengarang menyaksikan jembatan panjang nan indah di Hong Kong, Tsim Sha Tsui Promenade, yang kemudian membuat imajinasinya mondar-mandir dan mereka-reka, kira-kira begitulah kelak jika jembatan Suramadur (yang menghubungkan daratan Surabaya dengan Madura terselesaikan. Jembatan Suramadu yang disebut Denok Suramadur Bridge itu kelak, bisa saja mengalahkan Tsim Tsa Tsui Promenade dan bahkan bisa masuk Guinness Books of Record lebih-lebih sebagai kakus terpanjang di dunia! Bahkan pula, jika pembangunan jembatan itu berhasil dan industrialisasi di Madura juga berhasil, termasuk berhasil meningkatkan kesejahteraan Rakyat Madura, Kepulauan Hong Kong pun akan menghadapi persoalan besar, karena para pekerja rumah tangga asal Indonesia maupun dari beberapa negara Asia lainnya, termasuk dari China Daratan, akan lebih memilih menjadi pekerja rumah tangga di Madura! Imajinasi yang cukup liar dan jenaka!
Dengan rasa humor yang bagus, cerpen-cerpen Denok lebih terasa sebagai satir karikatural. Kegetiran, protes keras, ditohokkan dengan tepat ke sasaran, dan enak. Bandingkanlah dengan yell-yell pengunjukrasa di jalanan yang membayangkan kekerasan --yang ditimpakan dan yang menimpa, sebagai kelanjutannya maupun sebagai akibatnya.
Maka, cerpen-cerpen Denok ini sangat bermanfaat bukan hanya karena ia menghibur atau menyenangkan, melainkan karena juga sangat berguna sebagai dokumen budaya, sebagai catatan-catatan kemanusiaan, yang tak usah menunggu kelak ketika perbudakan dengan segala wajahnya telah terhapuskan dari muka bumi (mungkinkah?), sekarang pun adalah mutiara![]
Denok, saya pikir bisa membuat seorang Budi Darma dan Ariel Haryanto mesam-mesem pada saat yang sama, dengan cerpen-cerpen ini, yang, bacalah dengan cermat, sampai Anda mendapati bahwa karya-karya Denok ini bisa dibilang sebegitu kontekstual dan sekaligus universal. Denok saya harap juga bisa membuat seorang Budi Darma bangga, karena sebagai pengarang pemula –katakanlah begitu— telah menunjukkan kepiawaiannya menggambar ’’tali sepatu’’ dengan sangat baik. Denok telah menunjukkan kemampuan mendeskripsikan detail secara sangat bagus, dan bahkan sangat indah. Sesungguhnya Denok yang sarjana pendidikan lulusan Jurusan Olahraga dan Kesehatan FPOK IKIP Malang ini sangat berbakat. Bakat menulisnya sungguh hebat. Apakah ia ditakdirkan untuk menjadi penulis, menjadi sastrawan, itu perkara lain lagi.
Bakat yang baik, rasa humor yang bagus, ditambah pengalaman empirik: mendapatkan kesempatan tinggal di negeri asing dengan segala permasalahannya, termasuk pengalaman gegar-budaya-nya, barangkali –salah satu aset yang tak bisa didapatkan oleh semua pengarang/penulis di Indonesia, membuat karya-karya Denok sangat lengkap. Simaklah cerpen Suramadur Bridge, yang idenya timbul setelah si pengarang menyaksikan jembatan panjang nan indah di Hong Kong, Tsim Sha Tsui Promenade, yang kemudian membuat imajinasinya mondar-mandir dan mereka-reka, kira-kira begitulah kelak jika jembatan Suramadur (yang menghubungkan daratan Surabaya dengan Madura terselesaikan. Jembatan Suramadu yang disebut Denok Suramadur Bridge itu kelak, bisa saja mengalahkan Tsim Tsa Tsui Promenade dan bahkan bisa masuk Guinness Books of Record lebih-lebih sebagai kakus terpanjang di dunia! Bahkan pula, jika pembangunan jembatan itu berhasil dan industrialisasi di Madura juga berhasil, termasuk berhasil meningkatkan kesejahteraan Rakyat Madura, Kepulauan Hong Kong pun akan menghadapi persoalan besar, karena para pekerja rumah tangga asal Indonesia maupun dari beberapa negara Asia lainnya, termasuk dari China Daratan, akan lebih memilih menjadi pekerja rumah tangga di Madura! Imajinasi yang cukup liar dan jenaka!
Dengan rasa humor yang bagus, cerpen-cerpen Denok lebih terasa sebagai satir karikatural. Kegetiran, protes keras, ditohokkan dengan tepat ke sasaran, dan enak. Bandingkanlah dengan yell-yell pengunjukrasa di jalanan yang membayangkan kekerasan --yang ditimpakan dan yang menimpa, sebagai kelanjutannya maupun sebagai akibatnya.
Maka, cerpen-cerpen Denok ini sangat bermanfaat bukan hanya karena ia menghibur atau menyenangkan, melainkan karena juga sangat berguna sebagai dokumen budaya, sebagai catatan-catatan kemanusiaan, yang tak usah menunggu kelak ketika perbudakan dengan segala wajahnya telah terhapuskan dari muka bumi (mungkinkah?), sekarang pun adalah mutiara![]
0 urun rembug:
Post a Comment