Saturday 2 February 2008

MIMPI dan BADAI


Kemudian saya melangkah lagi. Terus melangkah. Aneh. Sementara hujan dan angin dan petir terus menjadi-jadi, malah rasanya saya semakin kuat. Sepertinya saya telah jadi sakti. Sampai sekarang, saya tidak merasa kedinginan lagi. Lihatlah, sekarang saya tidak menggigil lagi."

"Ketika kamu berda di muka gedung yang kamu ceritakan itu, apakah kamu ingat saya?"

"Barangkali mula-mina tidak. Tapi kemudian sepertinya saya melihat kamu di sana."

"Di mana menurut pandangamnu yang salah itu, saya ada di antara orang-orang yang berlindung di dalam gedung, atau justru berada di antara mereka yang coati konyol itu?"

Ya. Yang terakhir itu. Kamu terkapar di halamannya. Tapi, kamu masih sempat tertawa ketika melihat saya memutuskan untuk terus melangkah dan menolak tawaran mereka."
"Ha... ha.... hahahahahaha ....!"

"Mengapa kamu tertawa?"

"Penglihatanmu sama tidak beresnya dengan penglihatan saya!"

"Saya juga telah melihat kamu sebagai mayat yang hanyut di sungai. Lucunya, sebagai mayat --dalam penglihatan saya-- kamu masih sempat melambaikan tangan untuk saya."
Lagi-lagi, saya dan dia tertawa bersama-sama. Sama kerasnya, sama iramanya, sama sejenisnya.

Hujan dan angin, dan petir, seperti tak kenal lelah. Kabut malah tambah tebal. Saya dan dia terus melangkah. Beriringan. Berangkulan. Lagi-lagi saya tidak mengerti, mengapa ia masih bernafsu merangkul saya, padahal ia telah mengatakan bahwa sekarang sudah tidak merasa kedinginan lagi. Dan, tubuhnya memang sudah tidak menggigil. Bibirnya yang tadinya biru, membiru, telah kembali memerah. Semerahnya merah.

"Suamimu apa juga sudah mati konyol?" Tiba-tiba saya bertanya begitu. Saya jadi menyesali pertanyaan yang kadung mrucut itu. Saya benar-benar menyesal, mengapa saya bertanya begitu. Salah satu sebab penyesalan saya adalah: setelah menjawab pertanyaan saya itu, dia menjadi berhak dan memperoleh jalan yang lempang untuk menanyakan segala sesuatu yang menyangkut diri saya. Saya telah memulai dialog yang sebenarnya sangat tidak saya inginkan.
"Suami saya? Suami saya yang mana?"

Begitulah dia menjawab pertanyaan saya. Menyaksikan ke-sempel-annya, saya jadi tertolong dan terangkat dari kedalaman rasa sesal saya sendiri.

"Kamu masih waras, bukan?"

"Ya. Setidak-tidaknya menurut keyakinan saya sendiri, saya masih waras. Oo, bukan masih waras, tapi: waras. Ini mengandung rasa syukur bahwa saya belum pernah jadi tidak waras, dan pengharapan, mudah-mudahan saya tidak akan jadi tidak waras."

"Dari mana kamu belajar mempermainkan kata-kata seperti itu?"

"Kamu."

"Oh. Hati-hatilah. Kalau kamu berhasil mencapai taraf mahir, niscaya kamu akan berada di satu titik yang amat dekat dengan ketidakwarasan."

"Kalau memang nasib, mau apa lagi? Toh saya tidak belajar sungguh-sungguh. Artinya, saya belajar itu tidak dengan niat dan kesadaran. Atau, ternyata diam-diam saya telah belajar dari kamu."

" Mengapa kamu memastikan dari saya?"

"Selama ini saya hanya bergaul dengan kamu."

"He, kamu masih waras, kan?"

"Bukan masih waras, tetapi w a r a s! Itu menurut keyakinan saya. Tapi, orang gila pun, barangkali, tak akan mengatakan bahwa dirinya gila."

"Sudahlah. Saya terima percaya saja. Percaya bahwa kamu memang waras. Sekarang katakan, di mana suamimu. Apa masih hidup, apa sudah mati. Atau, kamu memang sudah tidak banyak tahu tentang keadaannya sekarang."

"Kamu ini bagaimana sih? Jangan buat saya kalap dengan pertanyaan seamcam itu. Saya sendiri tidak begitu yakin, apa saya ini pernah bersuami apa belum."

"O, jadi yangkemudian disambarpetir dan kamu hanyutkan di sungai itu adalah bayi jadah! Begitu?"

"Maaf Bung, saya tidak serendah yang kamu bayangkan."

"Sekarang bahkan kamu telah membuat saya kalap dengan jawaban yang kamu kemukakan. Wah. Bagaimana kamu ini? Bayi itu benar-benar bayimu, ya?"

“Ya?"

“Artinya, bayi itu keluar dari dalam perutmu sendiri?"

"Nah. Oh, ya. Jadi, kamu belum pernah menikah secara resmi dengan seseorang?"[]

[dipotong dari MIMPI dan BADAI, Logung Pustaka, Jogjakarta 2006]

2 urun rembug:

novel lama ya pak? aku tertarik dengan percakapan ttg "gila"nya
masih punya simpanannya gak? aku pinjem dong..! *pasang tampang manis

koyoke di toko buku wes ndak ada klo tahun terbitnya 2006
*males nggolek mode on
hehehehe...