Friday 1 February 2008

Kesenian Tradisional, Seru Tapi Bikin Bingung

Jurnalnet.com (Surabaya): Seandainya saja sineas Indonesia dan para muda Surabaya mau lebih peduli pada kesendian tradisonal, pasti film Superman Returns tak akan terbit sendirian, tapi juga dibarengi terbitnya film-film lakon lokal seperti Gatot Kaca Returns dan Pandawa Lima Returns.

Namun sayang, walau 82,9 persen responden mengaku pernah menonton kesendian lokal, tapi 50,9 persen diantaranya mengaku tak menaruh hati pada hal yang berbau tradisional. Kalau begini terus, Gatot Kaca pasti sedih dan enggan melenggang ke udara lagi.

Seperti yang diungkapkan Lilis Meishara. Meski cewek yang kuldiah di jurusan Akuntasi STTS ini pernah nonton ludruk, namun dia enggan untuk melakoninya secara rutin. "Sebenarnya seru dan menghibur, tapi aku nggak punya banyak waktu buat nonton ludruk. Lagian, aku nggak mengerti sama guyonannya. Makanya aku nggak suka," ucapnya.

Makanya, tidak semua jenis ludruk dipantengin sama Lilis. "Paling suka yang komedi, jadi bisa ketawa. Lumayan, buat refreshing," ujarnya. Untuk kesenian tradisonal lain, Lilis malah enggan melihatnya. "Selain ludruk, aku nggak mau. Soalnya membosankan, mending nonton tv," tambahnya.

Pendapat serupa juga datang dari Daniel Kusuma. Meski pun lekong SMA Petra 5 ini pernah nonton wayang, dia juga mengaku tak terlalu menaruh minat. "Aku nggak mengerti dengan bahasa perwayangan. Meski ada terjemahannya, aku juga pusing dengan alur cerita dan tokoh-tokohnya "jelas Daniel.

Cowok ini juga menambahkan, dirinya lebih suka nonton acara modern seperti breakdance atau DJ battle. "Kalau nonton breakdance, aku bisa belajar tarian yang aku suka. Kalau wayang, cuma bisa nambah pengetahuan budaya aja" paparnya.

Pengalaman berbeda malah dialami oleh Mei Puji Astuti, karena nonton pertunjukan tari tradisional, dia bisa untuk menjajal tari Remo." Waktu aku ditawari belajar, aku langsung mengiyakan. Soalnya aku memang penasaran sama tari Remo," ungkap dara asal SMA Dapena ini.

Anggapan lain terlontar dari Ani Yunita asal Ubhara. Dia membuktikan bahwa kesenian dari negeri sendiri nggak kalah hebat dari budaya luar. Hal itu ditunjukkannya dengan sering menghadiri pertunjukkan di taman kota. "Setiap kali ada show, aku nggak bakal melewatkannya. Apalagi kalau menampilkan tarian daerah." ucapnya.

"Aku suka banget sama tarian daerah. Setiap kali nonton aku nggak cuma ngelihat tariannya aja, tapi juga mempelajari maknanya. Setiap gerakan itu mempunyai arti tersendiri. Tahu nggak, aku udah pernah lihat semua jenis tarian daerah lho, maklum sejak kecil sudah dicekoki kesenian tradisional sama ortuku," tegasnya

Berbeda dengan Ani, Iwan Faroga dari Unmuh punya pengalaman sendiri ketika nonton tari Cambuk. "Yang menarik dari tari Cambuk adalah gerakan penarinya yang cepat sambil mengayunkan cambuk, sehingga pertunjukkan jadi mendebarkan. Kebetulan, aku doyan banget sama hal yang menegangkan," tutur Iwan.

Cowok penyuka pecel ini menambahkan, bahwa dengan hanya menonton pertunjukkan tradisonal, berarti sudah menghargai budaya sendiri. "Tarian itu tradisi turun-temurun, jadi perlu dilestarikan. Kalau bukan kita, siapa coba yang bakal melakukannya," jelasnya.

Seni Tari Paling Disuka

Indonesia nggak hanya punya banyak suku. Tapi juga beragam kesenian tradisional. Untuk itu, para responden pun telah melakukan seleksi. Hasilnya, tarian dianggap tontonan paling menarik (36,2 persen). Disusul drama (28,5) dan musik tradisional (19,8).

Pemilih pertama ada Yuliza Maharevi. Penghuni Ubaya ini memilih tarian sebagai tontonan paling menarik. "Aku melihat tarian tradisional itu bukan sembarang tarian. Beda dengan modern dance sekarang. Ada makna dalam tiap gerakannya," ujarnya.

"Maksudku, mereka nggak asal gerak. Setiap gerakannya melambangkan dan menceritakan sesuatu hal. Biasanya menceritakan cerita rakyat dari daerah itu. Aku tahu soalnya waktu SD aku ikut ekstrakurikuler tari tradisional," tambah mahasiswi jurusan Ekonomi Manajemen ini.

Penggemar film horor ini sangat suka menonton tarian Jawa. "Khususnya Jawa Tengah. Soalnya tariannya kalem banget, luwes, pokoknya cewek banget deh," ucapnya.

Hal senada dilontarkan juga oleh Afriza Muhammad dari Univ 17 Agustus 1945. "Tarian merupakan harmonisasi antara gerak dan lagu, orang pun akhirnya tertarik untuk melihatnya. Salah satu yang paling menarik adalah tari Barong di Bali," tuturnya.

Lain lagi bagi Yulius Christianto. Anak SMAN 4 ini memilih drama sebagai pilihannya. "Drama itu lebih bisa menjelaskan tentang kebuadayaan dari daerah. Perpaduannya lengkap banget antara lagu, gerak, vocal, sampai mimik tubuh," jelas siswa kelas 2 IPA ini.

Selain itu, drama punya sisi positif lain. "Ada pesan moral yang terkandung di dalamnya. Karena drama menyuguhkan cerita rakyat ke bentuk visualisasi. Misalnya Malin Kundang yang menyuruh agar nggak boleh kurang ajar sama ortu," cuapnya bijak.

Terakhir ada Hananda Meinara dari SMAN 15. Kesukaannya jatuh pada musik tradisional. "Jenis alat musiknya banyak. Unik-unik lagi. Mulai dari angklung, gamelan, sampai seruling," jelasnya.

Hal ini menurutnya dibuktikan dengan banyaknya turis asing yang mengagumi musik tradisional kita. "Beda dengan alat musik modern deh. Bahannya pun menggunakan bahan-bahan tradisional. Seharusnya kita bangga loh," sahutnya dengan nada bangga.

Kelebihan lain dari musik tradisional adalah iramanya yang enak didengar. "Lembut banget, mendayu-dayu. Bandingkan dengan musik sekarang yang cenderung ke jenis rock atau heavy metal," tutupnya.

Lebih Baik Jika Terlibat

Bonari Nabonenar selaku Ketua Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya mengatakan sebuah hal yang patut disyukuri bahwa remaja masih menonton kesenian tradisional. Meski hanya lewat media elektronik, namun perlu dilestarikan.

"Jangan hanya menimba ilmu pada dunia pendidikan sekolah, namun juga perlu memperhatikan kecerdasan emosional. Contohnya lewat pengalaman non verbal yang bisa diperoleh dari menonton kesenian tradisional. Remaja akan mengenal keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia," katanya.

Dari situ, bisa belajar menghargai perbedaaan dan saling memahami satu sama lain. Akan jadi lebih menarik, bila remaja mau menonton dan terlibat langsung dalam pertunjukkan kesenian.

Nuansa alami dan aura sosiologisnya akan lebih terasa dan mengena. "Mulailah mengenali akar budaya di negara kalian, jangan sampai kekayaan kita ini hilang digilas globalisasi," sarannya. ***(idps)

http://www.jurnalnet.com
(18/05/2006 - 12:18 WIB)

0 urun rembug: