Monday 22 September 2008

HM CHENG HO DJADI GALAJAPO NERAKA WAIL DAN KUE TERANG BULAN [2]

Lalu sambutan-sambutan. Wawali Surabaya, Suwito M., Sam Abede Pareno, Cak Kadaruslan, Kurniawan Muhammad, Cak Kartolo, Sabrot D. Malioboro, Lufti, Bonari, Bu Yati.

Oleh Wawali Surabaya Arif Afandi, disindir nama HM Cheng Ho, HM-nya berbau promosi Honda Motor yang menyeponsori penerbitan bukunya, ya diterima Djadi jegegesan, mengakui memangnya Pak Suwito M, Direktur PT MPM Motor Main Dealer Motor Honda Jawa Timur dan NTT 5 tahun terakhir ini sering memberi job.

Suwito M. ketika giliran menyambut mengatakan, acara-acara promosi Honda sering dipercayakan kepada Cak Djadi Galajapo, baik individual maupun group. Cak Djadi joke-jokenya spontanitas cerdas, product knowledge-nya kena, ditunjang karakter yang kuat, wawasan yang luas, banyolannya bernas, seringkali religius. Pak Suwito sangat berkesan dengan nyanyian kanak-kanak TK yang telah diubah syairnya spontan oleh Djadi, Satu-satu, jangan jangan pakai shabu, dua-dua jangan pakai ganja, tiga-tiga jangan pakai narkotika, satu-dua-tiga pakai Honda saja”.

Sam Abede Pareno memulai dengan judul buku yang dibedah, merepotkan toko buku. Ini akan diletakkan di buku Agama, atau Masak-masakan? Judulnya kan Neraka dan Kue Terang Bulan? Selanjutnya dia menceritakan ketika menjadi staf wartawan di Jawa Pos tahun 1980-an, dirasakan tidak banyak pelawak Jawa Timur yang bisa berbicara di tingkat nasional. Di situlah Jawa Pos mengadakan semacam audisi pelawak. Dan ditemukan berkarakter sendiri-sendiri Djadi, Priyo dan Lufti. Lalu ada ide menggabungkan mereka jadi satu kelompok, yaitu Galajapo, singkatan dari Gabungan Lawak Jawa Pos. (Ide yang membidani dan getol mencarikan job adalah Pak Kris Maryono, wartawan RRI Surabaya, juga hadir di situ, kala itu nama Galajapo diciptakan pada zaman banyak kata gala diedarkan seperti Galatama, Galarama, Galatawa. Galajapo, Japo-nya diartikan Jawa Pos, memang diharapkan grup lawak itu nantinya menjadi anak asuh Jawa Pos. Tetapi Galajapo juga bisa diartikan kependekan dari nama-nama anggota grup itu, yaitu Gabungan Lutfie, Djadi, Priyo). Pak Sam tidak lupa mengatakan bahwa menyeponsori penerbitan buku itu suatu pekerjaan mulia dan mendidik, maka berharap Honda jangan hanya menyeponsori penerbitan bukunya sastrawan bukan beneran, sastrawan yang beneran seperti Suparto Brata itu juga bukunya disponsori diterbitkan.

Cak Kartolo agak alot ketika disuruh menyambut maju ke depan. Tidak punya persiapan. Sebagai pelawak yang handal, Cak Kartolo kalau mau pentas, pasti jauh sebelumnya sudah merencanakan ide-ide yang mau dipentaskan, dihafalkan dan dilatih sampai pada waktunya pentas. Pasti ada persiapan, kalau mungkin pelatihan sebelum pentas. Kini tidak ada persiapan ngomong, maka alot untuk maju ke depan. Sudah berdiri, duduk lagi. Apalagi sementara itu Cak Djadi ngomong terus, memuji-muji kehebatan Cak Kartolo. Karena lama Cak Kartolo tidak mau ke depan, Cak Djadi bilang, “Mosok, Rêk, nyang mrene mik perlune kate mangan-mangan buka pasa?”. Cak Kartolo sampai di depan, terus saja ngomong sambil menunjuk bibir Cak Djadi, “Iku lambe tah kitiran!?” Dalam sambutannya yang serius, Cak Kartolo tidak mau kalah, sama-sama pelawak Cak Kartolo juga mau menerbitkan buku seperti Djadi Galajapo. “Buku utang piutang.”[]

Sumber:
Blog-e Pak Parto (Suparto Brata, 22 September 2008)

0 urun rembug: