Friday 30 May 2008

WASPADALAH…!

Siang hari bolong itu 5 orang anak, usia mereka rata-rata sekitar 10-an tahun memasuki sebuah warnet (warung internet). Mereka segera membentuk 2 kelompok dan ambil tempat di depan 2 buah komputer bersebelahan. Satu unit komputer untuk 3 orang, dan dua orang lainnya di depan komputer di sebelahnya. Mereka segera larut dalam keasyikan. Sesekali meletus tawa bersama, tawa yang sangat terasa kalau ditahan sedemikian rupa. Yang lebih sering terdengar adalah bisik-bisik di antara mereka. Tentu tidak jelas apa yang mereka bisikkan, namanya juga bisik-bisik.

Orang-orang yang ada di sekitar mereka yang notabene adalah sesama pelanggan warnet hanya tahu, mendengar, bahwa mereka berbisik-bisik, dan kadang merasa terganggu. Sekitar sejam kemudian mereka keluar bersama-sama, dengan binar yang agak aneh di wajah mereka. Tidak ada dokumen yang mereka ambil/bawa baik dalam bentuk file maupun print-out seperti yang biasa dilakukan oleh anak-anak sekolah, mahasiswa, atau pelanggan warnet lainnya. Kita boleh menduga, mereka telah menikmati pemandangan: gambar dan atau film cabul. Mereka adalah anak-anak kita, atau adik-adik kita.

Lalu, keprihatinan pun mengental. Para orangtua, dan bahkan Pemerintah pun ikut prihatin karena setelah untuk sekian lama bertengger di papan atas sebagai bangsa yang paling korup, belakangan juga dirilis hasil survei yang menunjukkan bahwa sebagai bangsa kita juga tergolong paling rakus mengakses kecabulan melalui internet. Dana trilyunan rupiah konon habis untuk memulai peperangan dengan apa yang disebut sebagai pornografi.

Begitulah, kemajuan teknologi komunikasi yang antara lain ditandai dengan munculnya sarana internet bisa membawa manusia ke dalam tingkat kemajuan dengan percepatan yang sungguh luar biasa, tetapi pada saat yang sama juga berpotensi menjerumuskan ke jurang sedalam-dalamnya. Ia seperti Cupu Manik Astagina yang diwariskan Dewi Windradi (istri Resi Gotama) kepada anak peremuannya: Dewi Anjani. Lalu Dewi Anjani menggunakannya untuk hal-hal negatif, untuk chatting dengan para ’dewa’ pujaan hatinya. Dua orang saudara laki-lakinya iri dan berusaha merebutnya. Sang ayah, Resi Gotama, merasa cemburu dan cepat mengambil Cupu Manik Astagina itu lalu membuangnya jauh-jauh, hingga jatuh dan menjelma telaga. Tiga orang bersaudara yang sangat bernafsu menguasai cupu itu mengejarnya, hingga ke tengah telaga. Di telaga, mereka bertiga berubah menjadi kera.

Kita, Pemerintah, melalui Kementerian Informasi dan Komunikasi, rasanya tak mungkin bisa bertindak seperti Resi Gotama. Buktinya, baru Youtube dan Multiply saja ditutup, banyak orang –yang memanfaatkannya untuk hal-hal positif semisal promosi produk— berteriak-teriak karena merasa dirugikan. Akhirnya, kini kedua situs itu bisa diakses kembali dari Indonesia. Kita tidak bisa membuang cupumanik internet itu, yang bisa kita lakukan adalah mewaspadai penggunaannya, berhati-hati dalam memanfaatkannya.

Kewaspadaan dan kehati-hatian itu bisa berupa: tidak terlalu gampang memfasilitasi adik-adik, anak-anak, misalnya dengan handphone, MP4, MP5. Kalau kita memberikan handphone untuk anak-anak, misalnya dengan alasan agar mudah mengontrol mereka, apakah harus handphone yang dilengkapi kamera dan perekam adegan yang kita berikan? Itu hanya sekadar contoh.

Sudah cukup banyak anak sekolah, mahasiswa, yang harus berurusan dengan kepolisian di Indonesia gara-gara adegan cabul mereka direkam dengan handphone dan beredar luas di masyarakat. []

Intermezo edisi april 08

0 urun rembug: