Ketua SBMI Jatim Moch Cholily menga- barkan bahwa para calon Bupati Jember bakal diadu dalam sebuah acara debat untuk persoalan buruh migran. Tentu itu akan jadi acara yang menarik. Dengan digelarnya acara debat itu (sebagian) masyarakat calon pemilih akan dapat mengetahui sejauh mana pemahaman calon pemimpin mereka berkaitan dengan nasib sekian banyak warganya yang mencari rezeki di negara lain. Lalu, berdasarkan pemahaman itu, kira-kira program macam apa saja yang bakal dilaksanakan calon terpilih nanti demi mengatasi sekian banyak persoalan yang berjalin-berkelindan sejak persiapan pemberangkatan hingga pasca-kepulangan para BMI itu ke tanah air.
Dalam waktu dekat ini, beberapa kabupaten yang masuk kategori ’’pengirim BMI terbanyak’’ di Jawa Timur bakal menggelar hajat demiokrasi alias pilkadal, seperti Malang, Ponorogo, dan Banyuwangi. Walau mungkin tidak tergolong pengirim terbanyak, ada lagi Kaupaten Trenggalek, yang, menariknya, salah satu calonnya adalah incumbent (sekarang wabub), Machsun Ismail, S.Ag. M.M, seorang mantan BMI. Ia pernah bekerja di pengeboran minyak di Malaysia sebelum menjadi anggota DPRD Kabupaten Trenggalek dan kemudian dua kali terpilih jadi Wabub Trenggalek.
Acara depat seperti digagas SBMI (Serikat buruh Migran) Jawa Timur itu juga bagus bukan saja untuk mengetahui pemahaman serta rencana program para kandidat berkaitan dengan keberadaan para BMI asal daerahnya, melainkan juga seklaligus menjadi momentum untuk membekali para calon pemimpin daerah dengan pengalaman yang akan menjadi ingatan --terutama bagi calon terpilih, agar kelak benar-benar bijak menghadapi berbagai persoalannya, dan menjadi pemimpin yang tidak hanya melihat rakyatnya sebagai angka.
Dengan demikian, kelak, misalnya, tidak akan terulang peristiwa yang tergolong ganjil, walau tak banyak orang menyadarinya, yang pernah terjadi di Blitar. Pada 2007 Putri Raemawasti yang asal Blitar itu terpilih sebagai Miss Indonesia. Ia lalu diarak keliling kota Blitar, dielu-elukan sebagai telah membawa nama baik daerah asalnya. Lalu, tahun berikutnya (2008) seorang BMI asal Blitar juga, Etik Juwita namanya, berhasil memasukkan namanya di barisan 20 cerpenis terhebat Indonesia versi Pena Kencana, dan dimonumenkan dalam buku yang diterbitkan Gramedia. Anehnya, seperti tak ada orang Blitar yang mengetahuinya, apalagi para pejabat daerah di sana. Jangankan diarak, barangkalai sekadar ucapan selamat via SMS atau apalagi telepon pun juga tidak.
Ayo sekarang kita bandingkan, kira-kira siapa memberikan isnpirasi lebih esensial, seorang selebritis dadakan itu ataukah seorang penulis seperti Etik? Berdasarkan pengalaman selama ini, kalau sekadar semacam ratu cantik kelas nasional, sebentar juga dilupakan orang, apalagi jika yang bersangkutan tidak bisa mewarnai perjalanan kehidupannya dengan hal-hal positif yang menginspirasi banyak orang. Kalau boleh sedikit slengekan, ia, ’’si ratu cantik’’ itu akan memudar seiring usianya. Sementara ’’si juara sastra’’ makin tua akan makin ’seksi’-lah dia! Tulisan, walau sekadar sebuah cerpen atau sebuah puisi, ketika ia sudah dimonumenkan dalam buku seprestisius itu, selama anak sekolah masih mendapatkan pelajaran bahasa dan sastra, selama masih ada fakultas sastra di perguruan tinggi, ia akan tetap lekat di ingatan. Malahan dalam dunia sastra, tak jarang orang justru semakin dihormati berkat karya-karyanya, setelah meninggal dunia!
Perbandingan macam bigitu memang bisa diperdebatkan. Tetapi, ketika mengingat ’nasip’ seorang Etik Juwita dibandingkan seorang Putri Raemawasti, kita jadi boleh bergumam, ’’Nah, andai dulu sebelum pilkada ada Debat Kandidat soal BMI di Blitar, ceritanya bisa lain kali yeeeee……!’’
Selamat memeringati Hari Buruh Sedunia!
REDAKSI MAJALAH PEDULI EDISI MEI 2010
0 urun rembug:
Post a Comment