Bacalah berita yang diturunkan Jawa Pos Radar Solo (terlampir) ini, lalu marilah kita bertanya, ke mana nama-nama sastrawan Jawa Modern yang bahkan telah pula mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional? Apakah dipandang tidak perlu lagi ada kreator sastra Jawa setelah Raden Ngabehi Ranggawarsita?
Untuk tahun-tahun yang telah lewat, ada nama-nama dari penggiat sastra Jawa yang dapat gelar/pangkat dari keraton ini, seperti RPA Suryanto Sastroatmaja (?), Arswendo Atmowiloto, dan kemudian Moch Nursyahiid Purnomo.
Apakah seniman musik (bukan musik Jawa malah) misalnya, dipandang lebih layak untuk mendapatkan gelar dari kerajaan Jawa daripada seorang seniman bahasa Jawa? Untuk sekadar mengingatkan, banyak orang Jawa yang menggeluti sastra Jawa, termasuk Suparto Brata itu justru mendapatkan penghargaan dari ’’luar Jawa’’ (dalam hal ini: Yayasan Rancage-nya Pak Ajip Rosyidi).
Semoga pertanyaan-pertanyaan itu tidak seharusnya berlaku, ketika persoalan ini timbul karena: ternyata ada satu-dua nama sastrawan Jawa di antara para artis di acara Jumenengan itu, yang luput dilihat oleh wartawan Radar Solo. []
[Lampiran:]
Jumenengan Bertabur Artis
SOLO - Berbeda dengan tahun sebelumnya, Tingalan Jumenengan Dalem (HUT Penobatan Raja) Ke-4 Pakoeboewono XIII Hangabehi, kemarin (29/7) bertabur artis. Kehadiran salah satu putri proklamator Soekarno pun menjadi daya tarik tersendiri.
Acara yang dimulai sekitar pukul 10.00 ini berjalan cukup khidmat. Acara ditandai dengan keluarnya 100 prajurit keraton yang menandakan keluarnya PB XIII Hangabehi dari ndalem menuju singgasana di Sasana Sewaka, tempat acara di gelar.
Kemudian satu per satu perwakilan abdi dalem sowan kepada raja, untuk memberikan laporan. Layaknya abdi dalem, mereka pun menghadap raja dengan laku ndodok . Setelah perwakilan abdi dalem keraton, giliran kerabat dan sentono dalem. Dipimpin GPH Puger (adik PB XIII Hangebehi) ribuan kerabat, mereka juga laku ndodok untuk menghadap raja.
Sesaat sebelum memasuki pendopo dan setelah mereka menginjakkan kaki di pendopo, mereka menyembah kepada raja. Sebagai pemimpin rombongan, GPH Puger juga memberi laporan kepada PB XIII.
Sebelum memasuki inti acara, lima penerima gelar khusus diundang ke depan untuk menerima sertifikat gelar. Sertifikat pun diberikan langsung PB XIII Hangabehi. Mereka adalah Karina Kartika Sari Soekarno, putri Presiden Pertama RI Soekarno yang mendapat gelar Kanjeng Raden Ayu Adipati (KRAA), Menteri Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Erman Suparno mendapat gelar Kanjeng Pangeran (KP).
Khusus Bupati Wonogiri Begug Purnomosidi, yang sebelumnya mendapat nama dari keraton kasunanan Tjondro Kusumo Suryo Suro Agul-Agul, keraton meningkatkan gelarnya menjadi Kanjeng Pangeran Adipati Aryo (KPAA). Dua orang lainnya adalah Hari Sulistyo yang dianugerahi gelar Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) dan Luluk S Miarso mendapat gelar Kanjeng Pangeran Aryo (KPA).
Kehadiran Kartika benar-benar menarik perhatian. Tak hanya fotografer yang membidikkan kamera mereka, para tamu undangan pun terlihat berbisik-bisik mengomentari kecantikan putri bungsu Bung Karno tersebut. Dengan balutan kebaya warna kuning gading motif bunga, Kartika terlihat anggun.
Usai penyerahan sertifikat seorang abdi dalem kembali melaporkan kepada PB XIII. Puncak acara yang ditandai dengan Tarian Bedaya Ketawang siap digelar. Selama 1,5 jam (seharusnya 3 jam) sembilan penari menceritakan keluhuran manusia dalam gerak, dan menggambarkan perjalan hidup manusia dari lahir, menginjak remaja, dewasa hingga maut menjemputnya. Akhir dari tarian tersebut menjadi akhir dari tingalan jumenengan itu. Entah sekedar salaman atau foto bersama, PB XIII menjadi rebutan para tamu undangan.
Layaknya jumpa fans, Selain PB XIII, tamu undangan juga berburu foto dengan artis yang datang. Nampak pemain film kawakan Rima Melati Tumbuan dan Musisi Dwiki Darmawan, yang juga mendapat gelar kehormatan. Juga ada pengacara para artis Elsa Syarif, dan perancang busana Ghea S. Panggabean yang datang diundang. Kondisi ini sangat kontras dibanding tahun lalu dimana tidak ada satu artis pun yang datang dan mendapat gelar.
Hadir pula beberapa tamu kehormatan keraton asal mancanegara, seperti Prince Henry D' Arenberg dan Princess Diane D' Arenberg dari Belgia, serta Datuk Shah Reza dari Malaysia.
GPH Kusumo Yudho, adik PB XIII Hangabehi menjelaskan paling tidak 500 orang diwisuda mendapat gelar. Menurutnya kegiatan ini bukan ritual, melainkan upaya meminta dukungan dari berbagai kalangan untuk menjaga kebudayaan.
"Jangan sampai kehilangan kiblat budaya yang positif. Kami tidak mungkin menjaga sendiri, karena itu mereka yang mendapat gelar orang-orang yang kami nilai telah membantu menjaga budaya jawa," ungkapnya. (rk/tej)
Jawa Pos Radar Solo [ Rabu, 30 Juli 2008 ]
dari sini
0 urun rembug:
Post a Comment