Thursday 2 September 2010

Srigunung

Dari sri (asri = baik, indah, atau apa ya?). Gunung? Lah gak ngerti gunung ya kebacut tenan. Inilah juga salah satu bukti kehebatan orang Jawa mencipta kata/ungkapan. Begitu puitisnya, begitu sastrawinya. Itu baru kata bentukannya. Belum kalimat, belum pupuh tembangnya. Srigunung adalah kata (ungkapan) untuk menyebut sesuatu yang tampak memesona jika dipandang dari kejauhan. Nah, seperti itulah gunung. Kalau dipandang dari jauh, tampak hijau, atau biru, sangat menawan. Tetapi datangilah, dakilah dan kau akan terpesona pula oleh pemandangan di kejauhan. Keindahan yang semula kita tangkap ada pada gunung itu seperti lenyap entah ke mana.

Kadang saya hanya bisa mesem saat membaca status kawan-kawan yang status aslinya masih jomblowati atau jomblowan. Maksudnya, belum menikah, atau bahkan belum punya pacar. Misalnya, ada yang menulis begini, ’’Duh Arjunaku, di manakah engkau berada kini? Segeralah kita dipertemukan, dan engkau akan kurawat dengan penuh kasih, dan takkan kubiarkan engkau lecet barang sedikit pun. Kan kupakaikan sepatumu, kupijit punggungmu, dan kubuatkan kopi sebelum kau memintanya. Kalau kau pulang terlambat, aku akan sabar menunggu di rumah dengan wangi perempuan yang kalau bisa pun tak kan kubiarkan menguap bersama angin malam….’’ Duh, kok panjang banget? Itu status atau catatan? Hehe. Lah, emang statusnya 7 orang dirangkum jadi satu, kok! Terus, apa hubungannya dengan srigunung?

Mereka, para jomblowan dan jomblowati sering melihat bahwa punya suami/istri itu sebegitu indah, enak, nikmat, membahagiakan. Padahal, kenyataan membuktikan: tidak selalu begitu. Contoh lain: Ketika kita duduk di TK, betapa besar rasa cemburu kita kepada mereka yang sudah di SD, apalagi SMP, dan seterusnya. Ketika kita di bangku kelas satu, betapa cemburu kita menyaksikan para senior kita di kelas 2 dan seterusnya. Ketika kita kelas 2, kita sebegitu cemburu kepada kelas 3. Ketika kita naik pit onthel, kita cemburu kepada mereka yang naik motor. Ketika kita merasakan naik motor, kok, sepertinya tak ada lagi yang istimewa, ya? Maka kita cemburu kepada mereka yang bermobil.

Ketika kita mulai menyenangi puisi, betapa sambil menikmati sebuah puisi di majalah atau suratkabar rasa cemburu itu tumbuh: ’’Betapa gagahnya aku jika puisiku termuat di sini!’’ Lalu, pada suatu waktu ketika berhasil menampangkan puisi di situ, …kita memang sempat mengalami semacam euphoria. Tetapi itu tak bakal berlangsung lama.

Dan kita sesungguhnya hanya akan terombang-ambing dari puncak derita yang satu ke puncak derita yang lain. Derita karena kecemburuan itu. Derita karena Srigunung itu. Sampai kita menyadari bahwa usia telah tanpa ampun mengganyang kegagahan fisik kita. Dan sempurnalah penderitaan itu jika orang menganggap kita telah menjadi tua dan diama-diam masih tumbuh rasa cemburu kita kepada yang muda. [Bonari Nabonenar]

2 urun rembug:

salam sahabat
ehm mas Bon bener bener pinter olah kata..itu si jomblo memang keadaannya bisa jadi puistis gitu yo..terus sri gunung masih berlanjut pa gimana mas Bon?thaxns n good luck

Ooo jadi seperti itu ya arti kata srigunung...lucu juga bahasanya, asli Indonesia pastinya ya...