Friday 1 April 2016

SAWOJAJAR: BANJIR DAN DUGAAN KORUPSI PANGKAT DUA

[ongkos perbaikan itu pasti cukup besar. itu baru sesawojajar. coba kalau ke seluruh negri model pembangunan seperti ini menular!] Kalau lagi hujan deras, walau sebentar, datanglah ke Perumahan Sawojajar. Syukur Anda tergolong orang yang suka berhujan-hujan. Jika pun tidak, pengetahuan tentang betapa (bagian) negeri ini dikelola dengan sangat ngawur memang harus ada pitukon-nya.

Perumahan ini cukup terkenal, berada di kawasan agak ke pinggir --sekitar 7 km dari jantung Kota Malang. Areanya juga terbilang luas, mencakup wilayah yang secara administratif masuk kota (Sawojajar 1) dan sebagian lagi masuk kabupaten (Sawojajar 2). Di dalamnya terdapat ratusan blok. Ada ikon fasilitas olahraga sepeda (velodrome), beberapa kampus, Kantor PDAM Kota Malang. Berbagai tipe rumah dibangun di kawasan ini, dari tipe rumah sederhana hingga rumah mewah, ada blok-blok yang sistem satu pintu, ada yang terbuka –ada perumahan di dalam perumahan di dalam perumahan.

Lahan perumahan ini berupa dataran (tinggi), tetapi hanya sekira tak sampai sekilometer di sepanjang sisi baratnya adalah tanah miring tajam sampai ke dasar Kali Bango. Ini berarti, hanya cara membangun kawasan perumahan yang salah parah yang dapat menyebabkan sekian banyak ruas jalan di kompleks Perumahan Sawojajar menjadi sungai dadakan ketika hujan deras. Kenyataannya, di setiap musim hujan, perumahan ini selalu dirundung banjir. Ya sawojajar 1, ya Sawojajar 2.

Ternyata, salah satu pemantik datangnya banjir dan yang menyulap jalan-jalan menjadi sungai adalah: saluran air yang ternyata sebagian besar hanya dibuat berputar-putar temu-gelang di tiap-tiap blok. Maka, begitu hujan turun, hanya butuh hitungan menit untuk membludagnya air got ke jalan-jalan.

Karena digerus air setiap hujan deras, aspal di kompleks perumahan cepat mengelupas. Ada yang segera ditambal, dan tak sedikit pula yang krowak bertahun. Tidak perlu berpusing-pusing mengitung berapa biaya dihabiskan untuk perbaikan/pengaspalan kembali jalan-jalan ini. Angka rupiahnya besar, itu pasti. Jika saja di pasang di papan pengumuman, ”Sepanjang ruas jalan ini telah menghabiskan sekian milyar rupiah untuk perbaikannya dalam 5 tahun terakhir,” misalnya, kita akan boleh berpikir bahwa ada yang dapat disebandingkan dengan tindak korupsi di sini.

Siapa koruptornya? Lha, siapa lagi kalau bukan pengembang, yang melibatkan pihak kontraktor dan para tukang yang membuat/membangun saluran air di dalam dan di sekitar kawasan perumahan? Maka, jika takaran semen dikurangi dari adonan seharusnya, jika pihak-pihak tertentu memungut sekian prosen dari total anggaran pembangunannya, dan dampak buruk dari pembangunan system drainase itu, simpulan yang segera dapat kita buat adalah: ”Telah terjadi tindak pidana korupsi kuadrat, atau korupsi pangkat dua, di sini.”

Sebagai salah seorang penghuni kawasan ini, saya tidak berharap para pengembang pemburu untung itu segera menyadari perbuatannya, sebab saya yakin mereka sudah kelewat mabuk. Saya akan cukup senang jika saja sesekali kawan-kawan media cetak maupun daring mau menurunkan tim investigasi untuk mendedah persoalan banjir ini dan menjadikannya head-line, bukan hanya menurunkan berita permukaan setiap kali banjir besar atau ada korban jiwa terbawa arus sungai jadi-dadian. [*]