Monday 4 June 2012

Menjawab Pertanyaan tentang: MENGINTIP

TANYA: ”Pak, saya jadi member di beberapa grup Facebook, tetapi saya tidak aktif memberi tanda suka (cap jempol) apalagi berkomentar. Saya hanya suka jadi PENGINTIP. Itu cara saya menjaring tambahan wawasan dari salah satu sumber pertukaran pendapat dan gagasan secara aman, dan dengan demikian terhindar dari konflik akibat beda pendapat atau kesalahpahaman. Bagaimana menurut sampeyan?” JAWAB: Di Negeri Wayang, ada sewayang laki-laki bernama Bambang Ekalaya alias Palgunadi. Ia memiliki istri yang sangat cantik, Dewi Anggrahini namanya. Cantik seperti siapa? Pokoknya, Arjuna pun terkiwir-kiwir padanya. Tetapi, ini bukan hendak menceritakan kecantikan dan seterusnya itu. Ini cerita tentang Bambang Ekalaya alias Palgunadi, yang sangat berbakat, tetapi susah untuk mengembangkan bakatnya. Susahnya bagaimana? Di atas bumi di kolong langit, guru pemanah paling hebat ialah Resi Drona. Maka, Palgunadi pun menghadap Sang Resi untuk meguru. Tetapi, lamarannya ditolak bukan karena “NEM”-nya rendah, melainkan justru Sang Guru melihat Palgunadi sangat berbakat sehgingga sangat potensial mengalahkan Arjuna, murid terkasihnya. Padahal, Resi Drona sudah terikat janji untuk menjadikan Arjuna Juara Olimpiade. Eh, bukan begitu. Maksudnya, menjadikan Arjuna pemanah paling top-markotop di seantero jagat raya. Tidak diceritakan, apakah Arjuna juga belajar urusan panah-memanah asmara kepada Resi Bisma, atau kepada guru lain. Ditolak, tetapi tak patah semangat. Menyerah adalah pantang bagi Palgunadi. Maka, dicarilah buku-buku tentang memanah, juga dicarinya situs-situs pembelajaran memanah. Pokok kata, berupaya dengan segenap dayanya. Saking dia mengidolakan guru yang walau telah menyakiti hatinya dengan penolakan itu, Palgunadi membuat patung dari batu (bukan dari sabun seperti diceritakan di situs sebelah), Patung Resi Drona. Setiap hari Palgngunadi belaar memanah di dekat patung itu, seolah-olah Sang Guru selalu mengawasi. Mau tahu hasilnya? Dalam sebuah “kejuaraan tidak resmi” terbuktilah bahwa Palgunadi lebih hebat daripada Arjuna. Bahkan, Palgunadi dapat memanah persis kena lidah anjing yang sedang tidur, tanpa melukai rongga mulut anjing itu –bukan anjing yang sedang terkencing! (maaf: khusus bagian ini agak nggombal memang). Sang Arjuna tahu kehebatan rivalnya itu.Maka, seperti bocah cilik, mothah-lah ia di hadapan gurunya, Resi Drona. Arjuna menangis, meminta gelar ksatrianya dicabut saja, dan mohon untuk tidak disebut-sebut lagi sebagai calon panglima perang kelak di dalam perang besar Bharatayuda. Maka, datanglah Sang Resi Drona ke tempat berlatih Palgunadi. ”Benarkah engkau mengagumiku?” tanyanya, smapai lupa kebiasaannya bilang: ”Lole, lole, soma ronta, soma rante….” (tampaknya sejak Zaman Wayang, uwong alias manusia itu sudah terkenal sebagai penebang, ya? Termasuk merusak hutan itu lho!) “Bukan hanya kagum, sahaya mencintai Tuan Guru,” jawab Palgunadi sambil serta-merta bersujud di hadapan Resi Drona.” Lalu, dimintalah ibu jari alias jempol Palgunadi alias Bambang Ekalaya sebagai bukti atau tanda cinta itu, dan Palgunadi dengan ikhlas memberikannya. –Sebaiknya adegan memotong ibujari tidak diceritakan ya, sebab ini termasuk sadisme. Begitu yang terjadi dalam kisah wayang. Jik kisah itu terjadi di antara kita, missal menimpa Anda, berikanlah pula dengan ikhlas jempol atau ibu jari Anda. Tidak untuk dipotong, tetapi di-cap-ke di ”status” yang dibikin oleh Sang Guru….mu. Ini Zaman Facebook bok! Bukan Zaman Wayang!! 